Sabtu, 20 September 2008

Salah Pengertian


salah pengertian???

kata itu mengisyaratkan kurangnya komunikasi antara dua orang, sehingga keduanya tak saling memahami makna dari tindakan ataupun tuturan masing-masing. Di sini yang akan dibahas adalah ketidakpahaman dari pihak kaum muslimin maupun islam liberal, yang satu sama lainnya terkadang tidak tercapai saling pengertian bersama. Kesalahpahaman kaum muslimin terhadap apa sesungguhnya yang menjadi sebab mendasar terjadinya liberalisasi dalam pemikiran islam, begitu juga ketidakpahaman islam liberal terhadap pemikirannya sendiri dan dampaknya terhadap keimanan. Selain itu juga kesalahpahaman terhadap fenomena komunikasi antar manusia itu sendiri sehingga yang terjadi bukan hanya kesalahpengertian terhadap orang lain, melainkan juga salah mengerti tentang agamanya sendiri.

sebagaimana diketahui, pemikiran islam liberal melihat substansi dan sisi kontekstual dari nash. Islam liberal (dalam benak mereka) berusaha untuk mewujudkan ajaran islam yang cinta kasih dan toleran utk mewujudkan islam sebagai rahmatan lil alamin, sehingga menolak bentuk-bentuk penafsiran yang bertentangan dengan hal tersebut. karena meletakkan nilai substansi, dimana aspek perasaan lah yang diutamakan. Padahal perasaan bukan suatu hal yang absolut, sehingga darinya mampu menghakimi orang lain dan darinya dapat mengatasi nash itu sendiri. (tulisan ini banyak mengkritisi tentang pemakaian "perasaan", "cinta" dan "kemanusiaan" sebagai dasar menentukan kebenaran)

Posisi Islam Liberal, sudah disebutkan di atas. Dan kebetulan penulis juga seringkali mendengar khutbah jum'at yg kebetulan para khotibnya adl org islam liberal. mereka sering menyerukan penghargaan thd pluralitas, perhatian pada bentuk inklusifitas serta berusaha mewujudkan penafsiran yang substansial sehingga dapat dihayati sesuai dengan konteks masa kini. Di Tingkat wacana akademis, terkadang pemikiran Islam liberal diradikalkan sedemikian rupa, sehingga hal2 yg pokok dalam agama seakan ditinggalkan. Hal ini adalah bentuk perlawanan wacana terhadap gerakan islam urban yg semakin kental dengan nuansa radikalismenya, yang merupakan representasi sejarah konflik panjang antara gerakan tradisional dan gerakan neo-wahabisme.

Perlu diketahui, kehidupan keislaman pada masyarakat, tidak begitu terpengaruh pada gerakan2 islam tersebut. mereka cukup menikmati keindahan berislam sebagaimana mestinya, tanpa diributkan persoalan teologis, dan mereka menikmati ajaran agamanya yg mereka amalkan dalam kehidupan keseharian mereka. Sudah tentu, hal ini perlu kita jaga semua. tinggal diberikan bagaimana kehidupan masyarakat muslim itu mampu mengayomi dan memberikan rasa kemanfaatannya bagi kehidupan ummat manusia yang lain baik di dunia maupun di akhirat. Karena disinilah letak rahmatan lil alamin sesungguhnya dan merupakan bentuk kalimatun sawa’ antara kaum fundamentalis-tradisionalis dan islam liberal.

Kaum fundamentalis-tradisionalis juga mengajarkan tentang rasa kasih sayang ummat dan hikmah-hikmah di balik peribadatan (hal-hal yang dianggap suatu hal yang substansial bagi Islam Liberal.) Seperti penafsiran terhadap ”mendirikan sholat” (iqomatish sholat) yang tidak pernah disebut sebagai ”mengerjakan sholat” (i’malush sholat). Dan juga makna zakat, makna haji yang berdimensi sosial, makna sholat berjama’ah, dsb. Hal ini acap kali kami dengar baik dari kalangan fundamentalis-tradisionalis maupun liberalis. Melalui nash itulah kita sebagai kaum muslimin tertuntut untuk melaksanakan ajaran islam disertai dengan dimensi esoteris yang terdalam dalam setiap aspek peribadatan.

Begitu juga permasalahan penghargaan perbedaan pendapat, ikhtilaf, masalah kerukunan ummat beragama, adab terhadap penganut agama lain, dsb. Hampir para dai, baik moderat maupun yang fundamental sebenarnya banyak termuat asumsi yang sama. Bahwa pada dasarnya islam merupakan ajaran yang memberikan rasa nyaman terhadap agama lain. Dengan ajaran islam seperti itu banyak golongan kaum muslimin, yang berhubungan dan berinteraksi langsung dengan ummat beragama lain, bahkan dengan golongan lain. Mereka ingin menunjukkan bahwa agama islam merupakan agama yang inklusif dan mampu diaplikasikan serta membawa kemaslahatan kehidupan manusia.

Dalam berinteraksi dengan golongan non-muslim, atau kaum yang diasingkan, seperti homoseksual, lesbian, waria, pelacur, komunitas punk dsb. Sebagian kaum muslimin (muslim liberal) begitu mendalami perasaan bagaimana mereka itu. Mereka adalah orang-orang yang dianggap sampah, sehingga mereka perlu diberi tempat dan diperlakukan seperti halnya kita memperlakukan orang lain.

Kehidupan waria, menurut mereka mempunyai kehidupan sendiri dan mereka begitu menikmati kehidupan mereka. Mereka seperti hal itu karena memang mereka ”terperangkap dalam tubuh yang salah”. menurut anggapan mereka, Mereka pada dasarnya adalah wanita, tetapi alat reproduksi mereka adalah lelaki, sehingga memungkinkan mereka berperilaku seperti halnya sebagai kaum wanita. Berpakaian wanita, berlogat seperti wanita seperti bergaya sebagaimana kaum hawa bergaya. Oleh karenanya mereka tak boleh disebut begitu saja dengan kaum ”wanita jadi-jadian”.

Begitu juga ketika mereka berinteraksi dengan kaum ”pendosa” yang lain. Dalam suatu acara di TV, penulis kebetulan menyaksikannya, bagaimana seorang bandar judi, dengan lemah lembut mengungkapkan alasannya kenapa ia tetap menjadi bandar judi. ”ma’af, jangan melihat apa yang dilakukan kami itu melalui sudut haram-halal. Karena bagi kami, itu adalah murni urusan bisnis semata. Jadi apabila di bulan ramadhan ini bisnis kami tidak jalankan, karena ada permasalahan dalam bisnis kami tentang prospek ke depan. Sebagai bussinessman kami mampu melihat bagaimana situasi dan kondisi yang memungkinkan bagaimana kami menjalankan bisnis kami”. Itulah jawaban argumentatif rasional dan disertai dengan sikap tutur kata yang lembut, sehingga kita seakan terbawa perasaan dan larut secara emosional terhadap jalan fikiran mereka.

Siapapun yang berinteraksi dengan manusia yang lain, dan menunjukkan rasa empatinya, pasti akan tersentuh hatinya untuk mendalami dan merasakan, lalu memperjuangkan apa-apa yang diinginkan oleh mereka. Mereka (sebagian kaum muslimin) sangat begitu terkena, sehingga secara emosional (perasaan) turut merasakan ”penderitaan” apa yang dialami oleh mereka.

Tetapi apabila kita menengok sejarah kehidupan para anbiya’ terdahulu, kita dapatkan kaum-kaum yang menjadi obyek dakwah para nabi juga tidak berbeda dengan kaum pada masa sekarang. Tidak semuanya dari mereka berperilaku kasar, sebagian mereka, pasti menurut sunnatullah yang ada pada masyarakat, juga termuat didalamnya kumpulan orang yang cerdas, berbudi halus, dan berkata tutur yang indah, serta mampu mendatangkan rasa empati.

Kaum Luth, mereka juga mempunyai alasan yang logis kenapa mereka melakukan homoseksual. Tidak mungkin mereka merasa hal itu suatu hal yang berdosa lantas mereka berani dengan lantang melanggar aturan Tuhan. Tetapi Allah tetap mengutus Nabi Nuh kepada mereka, serta mendakwakan apa-apa yang didengarkan dari Allah kepada mereka. Begitu juga Nabi Muhammad diutus untuk menghancurkan berhala-berhala. Kaum Quraisy jahiliyah, bukan merupakan kumpulan orang yang bodoh, mereka juga mempunyai alasan tersendiri kenapa mereka melakukan pemujaan terhadap berhala, Bahkan mereka mampu mengekspresikan pemujaan tersebut melalui puisi dan karya sastra yang tidak kalah dahsyatnya dengan karya sastra pada masa sekarang. Tetapi Nabi tetap menghancurkan berhala mereka.

Apakah para Nabi Allah itu berperilaku kejam?? Jawabannya adalah tidak. Para anbiya' ingin mewujudkan kasih sayang Tuhan kepada manusia, karena kehidupan bukan hanya masa sekarang tetapi juga pada masa selanjutnya. Walaupun kehidupan ada pada masa selanjutnya, bukan berarti agama tidak hanya untuk akhirat, melainkan juga di dunia. Karena kehidupan di dunia ini butuh keseimbangan antara akhlaq, spiritual, bentuk penyerahan, rasa nyaman, kehidupan sosial dan kebutuhan material yang berimbang sehingga mampu menciptakan kebahagiaan di dunia ini. Sebagai orang yang mengaku sebagai pengikut para utusan Allah tersebut, semestinya mampu konsisten terhadap pengakuan tersebut.

Dari uraian di atas mungkin muncul dalam benak kita, kalau begitu dimana rasa kemanusiaan dalam islam?

Rasa kemanusiaan, mungkin kita perlu meninjau apa sih tentang rasa kemanusiaan sebelum melakukan peninjauan dari sudut pandang agama islam. Rasa kemanusiaan, merupakan ekspresi emosional yang terbangun dari hubungan, baik hubungan natural maupun hubungan relasional.

Dalam hubungan natural tidak hanya berlaku pada manusia, hewan juga mempunyai kecenderungan untuk berkumpul, dan melindungi anaknya. Para spesies tersebut membentuk suatu komunitas dalam keluarga besar yang dinamakan dengan populasi. Populasi tidak hanya ditentukan oleh jenis spesies tersebut, melainkan faktor ikatan genetika. Mereka sering membatasi wilayah ”kekuasaan” pada area tertentu.

Selain hubungan natural tersebut, faktor kemanusiaan juga ditentukan oleh hubungan relasional. Hal ini berlaku hanya pada hubungan kemanusiaan. Sifat relasional tersebut meliputi hubungan kerja dan hubungan pemaknaan. Hubungan kerja, didasarkan pada faktor pencarian tujuan atau keuntungan bersama, juga hubungan pemaknaan yang sifatnya bersifat emosional atau hubungan komunikatif (Jurgen Habermas).

Socrates membagi cinta (kemanusiaan) pada tiga hal: eros, philos, dan agape. eros merupakan cinta instingtual, cinta bentuk ini penyaluran hasrat biologis yang juga berlaku pada hewan. philos, merupakan cinta sebagaimana cintanya manusia kepada wanita, anaknya, hartanya, dan perhiasannya (dalam al Qur'an disebut sebagai "manusia yang dihiasi dengan kecintaan") dan agape, yaitu bentuk spiritual. Sebenarnya Al Farabi juga telah membaginya dalam wujud hirarki emanasi, yaitu hewan/batu - manusia - anbiya' - aqal - Allah berdasarkan kemuliaannya.

Cinta sebagai philos, merupakan fitrah, atau semacam suatu hal yang bersifat taken for granted bagi manusia sebagaimana telah disebutkan dalam al Qur'an. Hubungan pemaknaan yang terjadi antar manusia yang menghasilkan dampak "perasaan" atau emosional, sering keluar dari pakem sehingga menimbulkan fanatisme golongan maupun sikap chauvinisme karena diikat dengan ikatan primordial antar person dalam satu komunitas, baik komunitas masyarakat, klan, suku maupun kebangsaan. Hubungan ini juga meliputi ikatan emosional antar pendukung tim kesebelasan, partai politik sampai fans grup musik tertentu.

Manusia yang berhubungan dan saling menyalurkan ekspresi emosional tersebut lah yang dinamakan sebagai bentuk romantisme. Dalam romantisme, perasaan merupakan suatu hal yang utama untuk diperhatikan dalam hubungan antar kemanusiaan. Baik dari perasaan kebangsaan, cinta tim kesebalasan, cinta kemanusiaan sampai permasalahan cinta kepada lawan jenis. Cinta dianggap suatu keutamaan (virtue) tertinggi, yang darinya manusia seakan tidak mampu untuk menafikannya, terutama cinta kepada sesama manusia. Sehingga perasaan lah menunduki tingkat paradigma tertinggi bukan lagi wahyu, dan di antara banyaknya faktor perasaan itu, cinta lah yang menduduki tingkat tertinggi.

Cinta sering disalahpahami, sehingga ia tidak mungkin ditolak serta dianggap sebagai suatu hal yang suci, sakral, utama, dan suatu kebajikan tertinggi. Ia ada hanya untuk manusia dan dianggap sebagai essensi dari manusia itu sendiri. Anggapan inilah yang sering menjerumuskan orang pada sikap pemihakan kepada cinta secara berlebihan, sehingga cinta kepada manusia melebihi cintanya kepada Sang Pemberi Cinta itu sendiri. Dari anggapan itulah muncul pemikiran bahwa cinta kepada sesama jenis, juga bukan dianggap sebagai keburukan, apabila meletakkan aspek perasaan di atas segalanya, karena cinta pada dirinya sendiri bersifat tabu untuk dikritisi, diberikan penilaian maupun ditinjau dari sudut pandang filosofis.

Tentang hal ini Harun Yahya menyatakan: here is a subtle danger that leads people away from religion,prevents them from submitting to God as their Lord, and ultimately brings numerous other forms of trouble and distress upon them. This danger can be recognised in many different areas of our lives: the clenched fist of a fascist, the rousing anthem of a communist, or in the words of a letter written by a young man expressing his love to his lovedone. All arise from the same pernicious source. ……………………. This danger of which we are speaking is sentimentality that leads people to live, not according to their reason, but according to their emotions; that is, according to their desires, hatreds, their susceptibility to temptation, and their stubbornness. ……………s entimentalism, or in other words, romantic longing, makes itself known most often under the guise of "love." For example, as wewill explore in the following pages, the romantic nationalists claim to love their country, for which reason they are hostile or even aggressive towards other nations. Or, we may consider a young man in l ove with a girl which he turns into the sole focus of his life: what leads him to write her poetry saying "I love you," and to become obsessed with her to the point of suicide, and, in fact, to "divinise" her, is the notion of "love." Then, there are homosexuals, those who fall under God's interdiction, and shamelessly and insistently practise their perversion; they too claim to have found "love." As for the majority of people, they think that every emotion to which the name of "love" is ascribed is virtuous, pure, and even holy, and that examples of romantic longing, such as what we have mentioned above, are perfectly acceptable (Harun Yahya, Romanticisme: A Weapon Of Satan (Istanbul, Millat Book, 2002), hlm. 13-15)

Orang yang beriman hidup berdasarkan kecintaan, ketundukan, harap dan takut kepada Allah. Mereka hidup bukan berdasarkan menuruti perasaan dan keinginan mereka, dimana kepekaan emosional lah yang menuntun seseorang menjalani kehidupannya dan darinya bebas melakukan apapun yang mereka mau. Cinta, seakan merupakan kata mati sebagai pedoman untuk menentukan benar dan salahnya suatu tindakan.

Seorang muslim semestinya dapat membedakan cinta yang hakiki yaitu kepada Allah, ataukah cinta sebagai perhiasan yang diberikan oleh Allah. Cinta hakiki kaum muslimin semestinya terpaut dan ditujukan kepada Allah, sang Pencipta Cinta. Cinta kepada manusia semestinya dikarenakan cinta kepada Allah. Hanya karena Allah lah seorang muslim mencintai sesamanya, begitu juga cintanya kepada keluarganya.

Cinta kepada sesama, cinta kepada keluarga, cinta kepada harta kekayaan merupakan suatu fitrah manusia dimana memang hal itu diberikan Allah sebagai perhiasan kehidupan manusia. Sebagai perhiasan, ia bukan lah tujuan, tapi sebagai sarana untuk mencintai Allah. Ia hanya muncul karena faktor taken for granted kemanusiaan, atau sifat yang inhern pada manusia, tetapi tidak bisa dijadikan pedoman seorang muslim untuk menapaki kehidupannya. Suatu pelajaran yang sangat penting adalah pelajaran sejarah kehidupan Nabi Ibrahim, dimana ia merelakan anaknya untuk disembelih (walaupun tidak sampai terjadi), seorang yang sangat dikasihinya dan ia terpaksa merelakannya demi memenuhi kecintaannya kepada TuhanNya. Pelajaran disini adalah perasaan, perasaan cinta, mesti dikorbankan demi memenuhi kebutuhan cinta akan Allah. Dan bentuk kecintaan apapun kepada sesama manusia atau dalam bentuk apapun semestinya dapat diatur berdasarkan pada bentuk pemujaan kepada Allah.

Mencintai klub sepakbola merupakan keabsahan, tetapi apabila menuruti apa-apa yang dicintai, maka ia merelakan diri berbuat apa saja untuk klub. Berkelahi, memuat klub onar atau bertindak anarkhis sebagai ekspresi kecintaan terhadap klub, merupakan bentuk ekspresi kecintaan dan kebebasan manusia. Begitu juga mencintai manusia yang lain, merupakan keabsahan, tetapi semestinya dituntun oleh sebuah pedoman yang telah diberikan dari Tuhannya. apabila tidak, maka yang terjadi adalah menuruti perasaannya yang diakibatkan oleh pengaruh dari mana pergaulan kita.

Oleh karenanya, Allah melarang kaum muslimin untuk bergaul dan menunjukkan sikap kecintaannya kepada kaum yang benar-benar memusuhi agama islam. Sikap permusuhan tidak selalu ditujukan melalui ekspresi yang kasar, melainkan lebih banyak ditujukan melalui ekspresi yang halus, dengan intonasi nada dan sikap yang enak didengar sehingga mempengaruhi pendengar terlebih lagi kita menunjukkan kesetiannya sebagai mitra. Allah berfirman:

Wahai orang yang beriman jangan jadikan musuhku dan musuhmu sebagai saudara, menunjukkan kecintaan kepada mereka walaupun mereka menunjukkan penolakan terhadap kebenaran yang datang kepadamu. (QS 60:1)

Itulah kenapa sebabnya seorang muslim agar mengutamakan kecintaan kepada saudara muslimnya melebihi orang kuffar. Apabila terjadi sebaliknya, maka akan timbul missunderstanding antar kaum muslimin itu sendiri, lebih parah lagi menyalahi agamanya demi memenuhi perasaannya sendiri. Islam merupakan ummah, suatu golongan, yang semestinya bersatu dalam satu bentuk worldview, bukan kumpulan orang yang terserak dimana sebagian berkumpul dengan golongan kuffar demi menjatuhkan saudaranya. Menjadikan musuh agamanya, sebagai teman, dan menjadikan saudara muslimnya sebagai musuh. mendengarkan apa-apa yang dikatakan pihak kuffar, sambil menutup telinga rapat-rapat dari suara saudara muslimnya.

(ada kasus yang menarik untuk diperhatikan, yaitu perihal majalah syir’ah, media kaum islam liberal untuk menyuarakan ideologis mereka, karena begitu percaya terhadap media dari kaum non muslim, asal mengkopy tanpa melakukan ricek terlebih dahulu, sehingga memuat berita tentang masuk kristennya Kang Ibing tanpa terlebih dulu berkonsultasi dengan pihak yang bersangkutan, sehingga yang bersangkutan tidak terima dan mengancam akan memperkarakan di depan hukum)

Melalui pelajaran inilah semestinya kaum muslim mampu memahami perihal dari islam Liberal. Kenapa mereka lebih banyak bergaul dengan golongan non muslim, acap mengeluarkan wacana yang radikal dan ekstrim (alias nyleneh alias wacana saking pintere alias wacana yang menjijikkan, alias wacana yang asal mbacot dll), serta selalu menyerang dan melawan kepentingan kaum muslimin. Karena inilah maka diperlukan suatu strategi, pengetahuan dan kematangan sikap kaum muslimin dalam menghadapi realitas ini. Apa yang sering disalahpahami kaum muslimin dari islam liberal? Yaitu bahwa menurut sebagian kaum muslimin memandang islam liberal betul-betul meninggalkan ajaran agama mereka sendiri, mencoba mengajarkan dan menyebarkan pikiran-pikiran liberal di tengah keluarga dan masyarakatnya, serta apa-apa yang diwacanakannya benar-benar menjadi acuan kehidupannya.

Sebenarnya dalam kehidupan mereka pribadi, mereka betul-betul mengajarkan agama kepada anak-anaknya, mempunyai kehidupan yang tidak jauh berbeda dengan kaum muslimin lainnya, dan mempunyai suatu rasa takjub dan penghormatan kepada agamanya. Mereka banyak juga yang menghormati ulama, terutama pada sosok Gus Dur. ketidaktahuan dan salah beradab dengan beliau akan menimbulkan efek yang dahsyat dimana yang merugi adalah kaum muslimin itu sendiri, karena penghormatan terhadap ulama merupakan hal yang utama bagi sebagian besar mereka. Sehingga apa yang mereka lontarkan dalam media, merupakan hanyalah wacana belaka (setidaknya hal itu menurut anggapan mereka sendiri).

Mereka selalu menekankan pluralitas tafsir, dikarenakan mereka beranggapan bahwa orang islam yang lain, semuanya selalu menekankan fanatisme mahdzab, dan tidak menghormati perbedaan pendapat ikhtilafi. Mereka selalu menekankan sikap inklusif, karena beranggapan sebagian besar kaum muslim selalu bertindak anarkhis dan cenderung memaksakan keyakinannya kepada agama lain. Mereka selalu menekankan liberalis, karena orang islam menurut anggapan mereka terlihat terlalu ekstrim dalam menindak orang lain yang tidak sesuai dengan islam. Sehingga mereka selalu mewacanakan tentang penentangannya terhadap apa-apa yang telah dilakukan oleh sebagian muslim lainnya tersebut.

Mereka selalu menekankan penafsiran yang substansialis, karena mereka beranggapan bahwa sebagian muslim bertindak terlalu kaku dalam agamanya, sehingga tidak mengetahui hal-hal yang menjadi nilai dasar dari tujuan syari’at itu sendiri. Mereka menekankan penafsiran yang kontekstual karena beranggapan bahwa kaum muslimin tidak mampu mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan modern saat ini.

Kesalahan dalam menilai ini tidak ditindaklanjuti dengan mencoba berkomunikasi dengan kaum muslimin yang lain, yang terjadi adalah selalu terjadi missunderstanding yang terus menerus terhadap kehidupan kaum muslimin, terutama kaum Islam Liberal. Mereka terlihat begitu kesusahan dalam bergaul, berkomunikasi dan bercengkerama serta mencoba memahami apa-apa yang dipikirkan oleh orang muslim yang selalu menjadi obyek kritiknya tersebut.

Sebaliknya, mereka malah begitu mudah untuk menarik golongan lain, bercengkerama dengan mereka, bahkan memahami perasaan agama atau kelompok lain yang selama ini perilaku mereka sangat dikutuk oleh al Qur’an, yaitu kelompok waria, orang kafir, kelompok homoseksual dsb. Apa yang terjadi? Mereka terlihat selalu menyerang, mengatasnamakan cinta, begitu bangga dengan apa-apa yang menjadi perasaannya sekarang ini, dan bahkan begitu dipertahankan tanpa melibatkan penilaian dari agama sama sekali. Yang terjadi selanjutnya adalah menafsirkan agama menuruti perasaan mereka berdasarkan pengalaman kehidupan mereka yang telah bergaul dengan komunitas non muslim, serta pengalamannya berkonflik dengan komunitas muslim yang lain (kaum muslimin fundamentalisme-urban).

Mereka begitu menghormati perasaan kaum non muslim, tetapi tidak peduli dan tidak mau mengerti perasaan kaum muslimin. Disertai dengan kepongahan maupun kesombongan karena menuruti perasaan mereka sendiri, perasaan yang hanya dirinya sendirilah yang pinter, yang benar dan yang lainnya adalah salah dan bodoh.

Yang perlu diketahui oleh kaum liberal adalah bahwa dalam masyarakat urban, dimana kehidupan masyarakatnya lebih plural, maka semakin banyak penyimpangan-penyimpangan keagamaan, dan acap dilakukan terang-terangan sehingga meninggalkan luka dan perasaan yang terinjak-injak harga diri dan agamanya. Selain itu faktor pemurtadan juga menjadi pemicu untuk bertindak untuk mengubah keadaan. suatu keadaan itu tidak mungkin dibiarkan, bahkan diberikan label "kebebasan". seorang itu dituntut untuk melakukan sesuatu apabila sesuatu itu bertentangan dengan apa yang diyakininya secara sakral. Hal inilah yang semestinya perlu direnungkan oleh islam liberal, sehingga mampu menjangkau perasaan kaum muslimin yang lainnya, serta tidak menambah permasalahan dengan berkoar-koar yang mana malah memperkeruh keadaan serta menambah permasalahan.

Oleh karena inilah, diperlukan suatu bentuk pemahaman bersama antar kaum muslimin, sehingga tidak tercipta ketidaksalingpahaman bersama, yang berujung pada saling mencurigai, saling menyerang, berdasarkan ketidaksalingpengertian itu, bahkan yang paling parah berujung pada pembangkangan terhadap agamanya sendiri. Na'udzubillahi min dzalik.

Read More......

1 komentar:

  1. Gimana akh taufik? kapan posting judul pertamanya?
    jangan lupa catat siapa2 yg mo ngirim posting, apa judul 'n isinya, trus klo dah diposting aja. oke???

    BalasHapus