Jumat, 23 Mei 2008

Mengkritik Para Pengkritik Islam

Oleh: A. Arifin

Sepertinya, tidak ada rasa malu lagi untuk menjadi penerus pikiran dan sikap orientalis. Bahkan, banyak yang bangga! Bangga menjadi pengkritik Islam. Umur dan waktunya dihabiskan untuk menyerang Islam. Kepandaiannya dikerahkan untuk menyerang Islam (Mas Adian Husaini)


benar dan tepat apa yang dikatakan oleh Mas Adian tersebut, ketika memberikan komentar pada buku Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran Karya Syamsuddin Arif yang terbit tepat pada hari kelahiran ke lima INSIST. Trend mengkritik agama, bukanlah suatu bentuk keterpaksaan atau sebuah pengakuan jujur, melainkan lebih dari kebanggan. Bahkan banyak kritikan yang ditujukan kepada agama, sebenarnya tidak mempunyai bobot intelektual sedikitpun.


para pengkritik itu juga mencurahkan tenaga dan waktunya dihabiskan untuk menyerang Islam. Tidak hanya secara theologisnya, melainkan juga kritik terhadap sejarah, budaya, serta menyerang habis-habisan semua dasar keagamaan. Semua kepandaiannya terfokus, tercurahkan dan semuanya dimaksimalkan untuk mengkritik agama. Seakan mereka tidak mempunyai suatu potensi apapun kecuali kemampuan untuk mengkritik agama, suatu kemampuan yang semua orang bisa melakukannya.

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila orang-orang semacam ini apabila dihadapkan pada kasus-kasus semacam terorisme, kasus 'kekerasan' para laskar muslim, konflik agama, kasus 'ketidakadilan' dalam islam semacam poligami, ataupun kasus fatwa mengutuk kemaksiatan. merupakan kasus-kasus yang disukai oleh "wong-wong saking pintere tralalala" ini. Mereka melihat kasus-kasus itu seperti orang yang sedang kelaparan dihadapkan pada makanan yang sangat lezat. Mereka sebenarnya sangat menyukai kasus-kasus tersebut, dengan adanya kasus tersebut mereka seakan dapat suntikan darah lagi untuk membuat wacana untuk meruntuhkan sakralitas kaum muslimin.

banyak golongan dari mereka menghancurkan sendi-sendi aqidah dengan menghancurkan terlebih dahulu pegangan kaum muslimin, al Qur;an dan As Sunnah. mereka secara terang-terangan dan berbangga (walaupun sama sekali tidak ada yang perlu dibanggakan) menyatakan tentang keraguan terhadap keyakinannya. "ketika aku belajar Filsafat, maka aku semakin skeptis terhadap keyakinanku" banyak pernyataan sejenis ini yang penulis dengar dari teman maupun sejawat, walaupun pengetahuan mereka terhadap filsafat sangatlah dangkal.

Meragukan keyakinan seakan sebuah bentuk pencerahan dan seakan menjadikan seseorang itu menjadi cerdas (cerdas dari hongkong ???!!!). Tingkah laku dan pola pikir mereka yang orang lain menilainya sebagai "kampungan dan memalukan" tidak dihiraukan dari mereka. Mungkin hanya dengan mengkritik agama, mereka akan menjadi "bukan sembarang orang" alias jadi intelektual. Walaupun, menurut penulis status intelektual tapi tanpa memiliki kecerdasan bawaan merupakan suatu hal yang mengurangi status intelektualitasnya sekaligus juga memalukan. Mungkinkah status seorang intelektual, mempunyai kualitas yang tidak lebih dari seorang kusir andhong?

Membuat wacana keagamaan bukanlah suatu perkara yang sulit. Wacana tinggal diproduksi melalui mesin produksi hawa nafsu, dan tentang pembenarannya dapat dicarikan alasan maupun logika-logika, tanpa harus memperhatikan apakah alasan atau bentuk logika itu memang logis atau tidak. Asal ada alasan dan sponsor, segala wacana akan terealisir. dan tidak perlu orang yang cemerlang untuk memproduksinya, kusir andhong pun apabila ditraining selama setengah jam akan mampu menciptakan wacana keagamaan sesuai dengan hawa nafsunya.

Misalnya dalam wacana yang didengungkan oleh Musdah Mulia, seorang akademisi (yang konon) sangat cemerlang, ia menyatakan bahwa homoseksual merupakan tindakan yang sah dalam islam. seorang akan berfikir bahwa Musdah Mulia melewati pemikiran yang sangat dalam, dan liku-liku logika ia mampu mengeluarkan semacam itu. Asal perlu diketahui, alasan yang digunakan Musdah Mulia hanyalah seperti ini; adalah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. l lihatlah logika yang digunakan, ia hanya beralasan bahwa smeua manusia adalah sama di sisi TUhan tanpa melihat orientasi seksual maupun kecenderungan yang lain. hebat?? saya kira tidak. kita juga bisa mampu memproduksi wacana dengan menyatakan bahwa Tuhan itu dalam islam tidak ada. kita tinggal mencari dalih, misalnya dengan menyatakan bahwa islam memberikan potensi pada nalar dan kebebasan, sedangkan Tuhan itu menghalangi penggunaan nalar dan kebebasan, oleh karena itu perlu pembuangan kepercayaan adanya Tuhan pada kaum muslimin (wacana ini aku buat dalam waktu tidak lebih dari 10 detik!!!!)

Betapa seseorang mampu membuat pemikiran yang nyleneh dalam waktu hitungan detik. Dan itu tidak hanya bisa dilakukan oleh para kaum intelektual yang terdidik, tetapi oleh semua manusia (kecuali orang ideot) yang tidak mampu membuat wacana dan pemikiran keagamaan seperti itu. oleh karena itu pemikiran nyleneh bukan lah suatu kelebihan, apalagi dikatakan sebagai sebentuk kecerdasan. Terlalu menjijikkan apabila menganggap pemikiran yang menyerang, maupun menyalahi agama islam adalah sebuah pemikiran yang luar biasa, Na'udzubillahi min Dzalik.




Read More......

3 komentar:

  1. Tulisan ini sebenarnya gak ada kadar ilmiahnya. tapi mempunyai kritik yang dalam dan tajam terhadap pemikiran Islam liberal. membaca tulisan ini saya merasa tersentak dan hanyut pada alur tulisan yang sederhana, ringkas dan lugas dalam menyampaikan pendapatnya.
    walaupun tanpa bobot, kritikan ini menyadarkan kita akan adanya suatu pemikiran yang lepas kendali dari norma islam itu snediri.
    ijtihad selama ini hanyalah dipandang semacam slogan belaka untuk melegalkan pemikiran yang tanpa arah.

    BalasHapus
  2. Makasih banget atas komentarnya.

    tulisan ini memang merupakan bentuk sindiran bukan dimaksudkan sebagai tulisan ilmiah utnuk meninjau pendapat atau pemikiran orang lain.

    biasanya untuk mengkaji pemikiran perlu pendekatan deskriptif dan analitif terhadap obyek pemikiran, bukan pada pemaparan yang menunjukkan prejudice ktia terhadap pemikiran luar.

    banyak tulisan yang dituangkan dalam bentuk buku yang kental nuansa prejudice daripada tulisan yang obyektif yang berupa deskripsi maupun analisa komparatif yang dilakukan oleh para pemikir untuk meninjau pemikiran yang menjadi obyek kritikannya.

    sekali lagi thanx ...

    BalasHapus
  3. Pin. Iki mas Kholik seng Anak Af, seng baru wisudah kemaren biasane kok gaweke makalah ha ha . tolong pisuhke Admin seng Ngurusi Forum Uin, aq daftar bola bali.. gagak terus ora iso... pendaftaran gagal2..terus padahal wes bener.. emange aq guoblok piye.. OK, aq dah kirim email ke admin tapi radibales.. kyone admin seng ngurusi FOrum males banget.. jaluk di pecat .. omongo neng Forum kalau gak kuat bayar Admin tak bayare Ngono Yo.. ermosi aq.. gak iso daftar. OK,

    BalasHapus