Selasa, 22 Juli 2008

Dari Pemikiran Islam Liberal ke Pemikir Islam Liberal

Oleh: Akhmad Arifin

Selama ini kajian terhadap pemikiran Islam Liberal cenderung memperhatikan isi "apa" pemikiran islam Liberal itu sendiri daripada mengkaji permasalahan "siapa mempunyai kepentingan apa?, kenapa? dan bagaimana?. permasalahan pertama lebih menekankan tentang kajian pemikiran Islam Liberal, yaitu tentang ide-idenya. tentang hal itu banyak sekali yang melakukan argumentasi perlawanan maupun kritik dari para pemikir muslim konservatif (kaya' kita2 ini). Kajian tentang apa selama ini berkisar tentang deskripsi dan menganalisa pemikiran. pemikiran diibaratkan seperti suatu ide yang berdiri sendiri tanpa ada orang yang memproduksinya. Dan orang yang memproduksinya diasumsikan begitu saja dengan orang yang telah mengalami pencerahan, dan dari pengalaman tentang pencerahan tersebut, seseorang itu sadar akan dirinya lalu melakukan kritik terhadap agama yang sebelumnya dicintainya itu.

Sedangkan permasalahan kedua lebih menekankan tentang kajian "kenapa". Tinjauannya melalui sudut pandang psikologis maupun sosiologis. sudut pandang psikologis lebih menekankan "motivasi apa" yang melandasi pemikiran Islam Liberal atau dengan mencoba memahami sisi emosional mereka. Pendekatan sosiologis menekankan tentang kelompok sosial "apa" dan "bagaimana" yang memungkinkan munculnya pemikiran islam liberal.

Tulisan ini bertujuan untuk mengajak semua pihak yang selama ini konsens dalam melakukan kritik terhadap Islam liberal untuk lebih mengarahkan perhatiannya kepada tinjauan sosiologis dan psikologis daripada melakukan kritik wacana. Keilmuan humaniora, sebenarnya bergerak dalam wilayah netral, tetapi bukan berarti kami tidak mempunyai tujuan tersendiri. adapun tujuan dari peninjauan "Keilmuan" ini berguna untuk memahami latar belakang kemunculan dari pemikiran Islam Liberal atau memahami sisi emosional maupun kondisi sosial yang memungkinkan kemunculannya. Pengetahuan akan mad'u akan bermanfa'at bagi para aktivis dakwah untuk mengetahui "siapa" mad'u yang menjadi obyek dakwah mereka.

Banyak sekali mitos yang berkembang di sekitar kita, bahwa seorang pemikir itu karena sering membaca buku, lalu darinya terpengaruh. Mungkin asumsi ini ada benarnya juga, tetapi asumsi ini tidak memperhatikan bahwa setiap diri manusia mempunyai "ego" yang darinya mempunyai pra-konsepsi dan pra-judice terlebih dari apa-apa yang akan ia baca.

Orang membaca bacaan kiri (sosialis, liberalis dll) sebelumnya ia mempunyai pandangan terlebih dahulu tentangnya, pengetahuan (tanpa ada suatu pengetahuan tentang apa yg akan ia pahami maka mustahil terjadi proses pemahaman),serta apa motivasi seseorang itu membaca bacaan itu. apakah bacaan hanya sekedar ingin memahami. seandainya hanya sekedar memahami, maka pertanyaannya adalah kenapa membutuhkan pemahaman? mungkin saja ada suatu pihak yang darinya ia akan memperbincangkannya dengan kepentingan penundukan paradigma lawan bicara atau sebagai wahana mencari sebuah pengakuan sosial akan kompetensi dirinya, atau mungkin bisa saja sebagai sebuah identifikasi dirinya ke dalam suatu kelompok tertentu.

Maka, bagaimana seorang itu terpengaruh? maka, tinjauannya pada "dimana seorang itu berinteraksi", "apa sifat-sifat yg melekat padanya yg memungkinkan ia melakukan dekonstruksi keagamaan", "motivasi apa yang melatarbelakangi ia mempunyai pikiran sedemikian", "ia mendapatkan apa dengan berfikiran liberal/ anti agamisasi", dll.

Untuk itu pengkajian akan siapa orangnya semestinya mendapatkan tempat yang paling utama sebagai upaya memahami bentuk perilaku sosial. untuk lebih memahami siapa? maka yang jelas pertanyaannya, kenapa mereka tertarik dan termotivasi berfikiran liberal? mungkin kita akan puas dengan jawaban bahwa motivasi berfikiran liberal adalah ingin menjelaskan suatu bentuk alternatif pemikiran yang dapat menjawab tuntutan zaman (apa betul?) atau mungkin akan menjawab sebagai ekspresi kebebasan berfikir dan berijtihad (kenapa tidak memakai saluran lain selain berfikir liberal?). motivasi seseorang dalam melakukan kajian tentang hubungan motivasi pribadi terhadap wacana yang ia dengungkan nyaris tidak pernah terbahas dan cukup puas dengan jawaban-jawaban di atas.

Tentang tinjauan psikologis ini ada beberapa asumsi yang selama ini penulis pakai dalam menganalisa tentang "pemikir Islam Liberal", yaitu pendekatan yang berpijak pada teori motivasi. dalam salah satu varian dari motivasi ini adalah bahwa semua tindakan manusia diarahkan pada pencapaian kehendak apa yang ia inginkan. dalam mencapai kehendak apa yang akan ia inginkan, maka ada beberapa macam bentuk keinginan tersebut, yaitu meliputi;

1. Keinginan untuk memenuhi kehidupan instingtual (makan, minum dan seksual , yang mana pada manusia modern biasa dapat direpresentasikan melalui alat tukar /uang)hal ini hampir meliputi spesies
2. Keinginan untuk memenuhi kehidupan sosial masyarakat, misalnya tindakan manusia yang kerja bakti, menolong orang lain dll.
3. Keinginan untuk meraih penghargaan orang lain (Need of Achievement) yaitu kebutuhan akan tindakan manusia dimana diarahkan untuk membuat sebuah persepsi dari orang lain terhadap dirinya.
4. Keinginan untuk meraih kehidupan spiritual atau batiniyah.

Sekarang kita dapat menentukan beberapa point dari beberapa hal di atas untuk melakukan sebuah peninjauan terhadap para pemikir Islam Liberal.
1. Keinginan pertama (instingtif) ini dalam suatu realitasnya tidak terdapat dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar kehidupan seorang pemikir islam liberal. Yang mendapatkan keuntungan dari pemikiran Islam Liberal hanyalah para elit mereka, sedangkan para pemikir tingkat grass root, termasuk sebagian kecil banget dari Mahasiswa/dosen UIN tidak mempunyai kepentingan finansial sama sekali.
2. Keinginan kedua (motivasi sosial) juga mempunyai kemungkinan terjadi. Mereka sepertinya menjadikan pemikiran islam liberal selain sebagai kritik terhadap pemikiran islam klasik juga (disadari atau tidak) telah menjadi simbol bagi suatu identitas suatu kelompok serta darinya dapat ditentukan "musuh bersama" dimana darinya mampu mengintegrasikan emosional mereka ke dalam suatu bentuk kelompok sosial.
3. Keinginan ketiga sangat dimungkinkan terjadi. Hal ini dapat dilihat dari rasa bangga, kecenderungan untuk ditujukan kepada orang lain, serta kecenderungan menghubungkan tindakan berpola pikir dan berperilaku liberal dengan kemampuan atau skill tertentu (skill intelektual).
4. Keinginan keempat (motivasi spiritual) jarang ditemukan dalam kasus kenapa seseorang itu berperilaku liberal. Kebutuhan akan spiritual (sepanjang pengamatan penulis) dalam perilaku luar jarang kami temukan. Walaupun kebutuhan spiritual itu mempunyai sifat batiny, tetapi mempunyai dampak yang sangat besar dalam kehidupan perilaku seseorang.

Karena motivasi keinginan mendapatkan perhatian dan keinginan sosial dari para pelaku lebih menonjol daripada kedua keinginan yang lainnya (nomor 1 dan 4), maka penulis akan melakukan eksplorasi hal tersebut sebagai pendekatan psikologis terhadap perilaku seorang pemikir Liberal.

Tetapi kita begitu kesulitan untuk mencoba meneliti dengan melakukan wawancara. Karena wawancara (dengan pemikir liberal islam) tidak memungkinkan seseorang dengan meninjau lebih dalam motivasinya. kemungkinan besar yang terjadi adalah jawaban-jawaban formal, semacam jawaban semacam ini "Pemikiran Islam Liberal bertujuan dalam rangka melakukan kontekstualisasi teks yang telah beku dan melakukan penafsiran secara substansial" . Yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian terhadap Islam Liberal semestinya mencoba memahami perasaan dan motivasi di balik ucapan-ucapan tersebut, bukan pada tataran permukaan dari pernyataan di atas.

Penelitian yang lebih cocok yaitu mencoba menafsirkan tulisan-tulisan dan darinya dicoba menghubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga menemukan "suatu bentuk perasaan" apa yang memungkinkan kita mengetahui kondisi emosional mereka. Ada beberapa hal (suatu anomie) yang darinya dapat eksplorasi untuk mengetahui sisi emosional mereka:

1. Pemikiran Islam Liberal sebagian besar (atau mungkin keseluruhannya) ditujukan kepada golongan tertentu dalam masyarakat (islam komunitas urban; puritan). tidak saja melakukan kritik ideologis, melainkan juga melakukan kritik gerakan, melawan kepentingan mereka, dan mencoba bersikap totalitas dalam melakukan perlawanan terhadap kelompok tersebut (terutama lewat wacana yang didengungkan atau mencoba melakukan rekayasa pembentukan opini lewat media).

2. Hal ini juga ditandai dengan mencoba menggalang kekuatan dengan luar golongan lain untuk melakukan perlawanan terhadap sebagian masyarakat tersebut. salah satu sarana yang digunakan adalah wacana pluralisme yang didengungkan, selain sebagai sebuah simbol perlawanan terhadap komunitas islam urban juga sebagai alat pemersatu dari golongan dan alat pemersatu menghadapi "musuh bersama" mereka.
3. Dogmatisasi, Dogmatisasi ini juga berlaku pada kaum Islam Liberal. Dogma utamanya adalah "Konteks Sipilis" (Lihat tulisan kami pada "Meringkas Pemikiran Islam Liberal") dan seakan menutup pintu rapat-rapat bagi argumentasi lain. Diskusi bagi kelompok ini seakan hanya ingin menampilkan argumentasi tanpa mengambil kelogisan dari pemikiran "Kaum Konservatif". (ada kecenderungan adanya keyakinan bahwa apa yang mereka pahami sebagai ideologis mereka benar dengan sendirinya dan mempunyai perasaan bahwa mereka mempunyai bentuk argumentasi yang lebih rasional, lebih valid sehingga tidak akan menyerah dan bebal dari argumentasi kaum tradisional / konservatif/ apalagi fundamentalis).

4. Sebagian besar mereka adalah dari kalangan saudara nahdliyin dimana mempunyai basic keagamaan yang mempunyai sejarah konflik dengan komunitas islam urban. ada keinginan untuk memajukan tradisi keagamaan mereka melalui pemikiran dan disertai dengan kebanggaan akan tradisi dan kemajuan berfikir kelompok mereka, selain itu mereka mempunyai kecenderungan untuk mengikatkan diri secara primordial dengan kelompok sosial yang mempunyai kesamaan kultural dengan mereka.


disini kita dapat melihat bahwa "wacana" yang didengungkan" hanya merupakan alat legitimasi belaka. wacana bukan dibentuk melalui ekspresi seseorang akan kebenaran tertentu melainkan lebih ditekankan lebih pada kepentingan kelompok. Isu keadilan, Kesetaraan gender, dll bukan sebagai isu yang berdiri sendiri dan sebagai kebenaran Mutlak, melainkan bagaimana isu tersebut bermain dalam "kerangka wacana" dan dibenturkan kepada kelompok tertentu.

ada beberapa kemungkinan kurang teritegrasinya kelompok islam tradisional dengan kelompok islam urban yang memungkinkan generasi muda nahdliyin harus berhadapan frontal dengan kalangan komunitas Islam Urban.
1. kelompok islam urban, lebih cenderung tidak menyukai tradisi keislaman yang dianggapnya tidak ada tuntunan rasul (bagi saya sendiri itu tidak masalah). Hal ini telah terjadi dengan menarik garis historis dari masa satu abad yang lampau, dimana gerakan puritan karena pengaruh gerakan Wahabi di Arab berpengaruh dan berkontradiksi dengan kelompok kultural islam.
2. Kurangnya penghormatan terhadap kelompok Nahdliyin. Bahkan Kelompok Nahdliyin diidentikkan dengan kolot, jumud, terbelakang, ahlul bid'ah dll.
3. Fanatisme dan kuatnya ikatan primordial di kalangan nahdliyin memberikan kecenderungan untuk mengikatkan diri mereka secara eksklusif dan berhadapan dengan kelompok islam lainnya sebagai "pihak luar" yang seakan mempunyai kepentingan yang berbeda dengan mereka.

Tetapi Islam Liberal bukan hanya milik golongan muda Nahdliyin, melainkan juga sebagian kaum "Muhammadiyah" yang banyak mempunyai kecenderungan untuk berfikir liberal. tetapi pemikiran Islam Liberal di kalangan kalangan Muhammadiyah, baik kuantitas (jumlah pemikir dan pengaruh) dan kualitas (seberapa dalam aktivitas gerakan) jauh di bawah dari kalangan Nahdliyin. Begitu juga tidak semua kalangan Nahdliyin muda yang berfikiran liberal. Bahkan warga Nahdliyin di tingkat grassroot lebih bersikap konservatif daripada memilih jalur liberal. Pada umumnya warga nahdliyin bersikap liberal apabila menemukan saluran organisasi yang menjadi social group dimana secara background mempunyai kesamaan dengan warga nahdliyin tetapi mempunyai sisi perbedaan dalam pola pikir dengan warga nahdliyun di pedesaan. Social group tersebut dapat berupa organisasi mahasiswa, organisasi kepemudaan maupun kumpulan sejawat.

Banyak kelemahan dalam memandang "fenomena liberal" melalui sudut pandang kelompok sosial yang terbangun dari setting background tertentu dan berbenturan dengan kelompok lain yang secara historis mempunyai sejarah konflik dengan kelompoknya. Tetapi harus ada hipotesa dan disusul dengan penelitian tentang kenapa timbul fenomena liberalisme. Sehingga kita jangan menyerah pada satu bentuk asumsi, tetapi mencoba mencari asumsi yang lain yang sekiranya mampu menjawab pertanyaan "Why" dalam kasus ini.

Dalam tataran empiris, kita akan melihat bahwa kumpulan "kaum liberalis" tidak pernah lepas dari kelompok sosial. Kelompok sosial tersebut mempunyai beberapa ciri karakter sifat, pola pikir dan tindakan yang nyaris sama. Mereka mempunyai kecenderungan untuk bersikap negatif terhadap orang yang mempunyai kefanatikan kepada agamanya (terutama pada kaum muslimin) setidaknya hal ini terlihat dari tulisan yang negatif terhadap bentuk-bentuk kefanatikan agama dengan mengambil kasus-kasus yang berhubungan dengan akibat yang dihasilkan oleh kefanatikan beragama. Secara perilaku mereka cenderung apatis terhadap kehidupan keberagamaan, dan mempunyai pola pikir yang mana meletakkan "jiwa" kritis terhadap keadaan ataupun lingkungan sekitarnya, termasuk (terutama) kehidupan keberagamaan dalam masyarakat.

Dalam kacamata sosiologis, ada istilah Reference Group atau ciri kelompok sosial dimana cirinya adalah pembentukan pola perilaku, pola pikir para anggotanya dalam komunitas tersebut serta membentuk suatu ikatan emosional antar mereka. Sehingga pertanyaannya adalah bagaimana Kelompok sosial yang membentuk pola pikir dan perilaku liberalis tersebut mungkin dalam masyarakat muslim di Indonesia (atau mungkin di luar negeri?)

betulkah bahwa terjadi adanya kesatuan antara visi dan misi dari para anggota awalnya sebagai motivasi untuk melakukan kritik dan dekonstruksi kepada agama? bagaimana mungkin terjadi kritik kepada agama, dan hal tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai background keagamaan yang kuat? adakah ketidakpuasan terhadap agama yang memungkinkan mereka membentuk sebuah kelompok sosial dan berusaha menghancurkan sendiri aturan moral keagamaan?

terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, maka ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. bagaimana mungkin seorang itu dengan sengaja mengikatkan diri secara alami dan mengambil langkah kritik terhadap agama. Semestinya ada seorang atau pihak individu, lembaga tertentu yang menggalangnya. karena perkumpulan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (ciri kelompok sosial yang didasarkan pada tindakan rasional bertujuan) tidak dapat dimungkinkan terjadi secara alami. (pertanyaannya adalah siapakah sponsornya?, apa kepentingan di balik itu?).

Dalam pendekatan teori komunikasi salah satunya dengan menelusuri dari proses internalisasi --- eksternalisasi ---- obyektivasi.--- internalisasi. Menurut logika Peter Berger tentang konstruksi kesadaran adalah hasil interaksi antar manusia yang sifatnya kompleks. Dalam tiga moment di atas, terjadi suatu perputaran. Internalisasi adalah proses dalam diri manusia, atau makna yang merupakan hasil konstruksi sosial dimana orang itu hidup. Kesadaran itu merupakan hasil peresapan atas pengalaman kehidupannya serta interaksinya dengan orang lain. Internalisasi berhubungan dengan ideologis, pandangan hidup dsb. Eksternalisasi merupakan moment yang tidak jauh berbeda dengan "makna" yang terekspresikan dalam tindakan manusia (Dilthey / Max Weber). eksternalisasi merupakan moment konkret yang mencakup tindakan empiris manusia. Sedangkan obyektivasi adalah hasil atau dampak bagi orang lain.

Internalisasi adalah kesadaran yang terkonstruksikan. disinilah pentingnya mencari proses kesadaran dalam diri manusia "Islam Liberal". Jelas paradigma kehidupan mereka tidak pernah lepas dari konstruksi kelompok sosial atau hasil interaksi/relasi dengan manusia yang lain. Mereka mewujudkan moment kesadaran tersebut dalam bentuk pembentukan Jaringan pemikiran, media, wacana dll. Jaringan sosial, media maupun wacana mempengaruhi tingkat kesadaran yang lain, kita bisa memakai analisa kritis terhadap Media.

Media merupakan suatu "alat" yang paling ampuh dalam pembentuk kesadaran atau basis kognitif tersebut (di Amerika sendiri Media dinamakan sebagai Kekuatan Keempat). Media mampu mempengaruhi seseorang dalam menilai orang lain, Sebagai alat ia merupakan faktor determinan terhadap agen (subyek) manusia yang menggunakannya. Pengkajian realitas apa yang terbentuk dalam suatu media merupakan suatu hal yang terpenting. Relasi antar kelompok sosial dengan media, dapat kita lihat dari bagaimana Media tersebut menggunakan bahasa dalam melakukan konstruksi kesadaran bagi pembaca. Kompas dan Tempo, misalnya, kita dapat mudah melihat bagaimana dua media tersebut menampilkan realitas terhadap sesuatu. Misalnya bagaimana ia mampu membentuk persepsi masyarakat terhadap FPI, MMI, PKS, ataupun HTI.

Dan pembentukan persepsi tersebut (entah dibawa kemana pembaca pasif) tergantung pada peran media tersebut yang mempunyai ideologis tersendiri. Dalam proses pewartaan, ada beberapa proses, dimana apa-apa yang ditampilkan bukanlah representasi murni dari fakta sebenarnya, melainkan melalui proses pemilahan realitas, penyusunan kata, pengeditan, dan disesuaikan dengan ideologis wartawan ataupun disesuaikan dengan kepentingan ideologis Media tersebut. Di sini, tidak perlu mengherankan apabila dulu ketika zaman orde Baru PKI dianggap sebagai monster yang tidak mengenal perikemanusiaan, sekarang dianggap sebagai korban keganasan kaum muslimin. Dari pecundang jahat, ke seorang Pahlawan Suci yang harus dilindungi dan diperjuangkan.

Begitu juga bagaimana ideologis Media mudah kita baca dengan bagaimana media tersebut ketika berbicara tentang Kebebasan, Pluralitas Agama, Syari'at Islam, dll. Kita dapat mudah meninjau bagaimana Islam Liberal mampu mengarahkan persepsi tentang Islam, dari suatu kepercayaan murni, sifatnya sakral, final menjadi sebuah makna baru. makna yang baru tersebut meliputi agama yang sifatnya menindas, kolot, jumud, memaksa, penghalang kemajuan, kejam, mengatasnamakan Tuhan bagi kepentingannya sendiri, dll.

Media merupakan salah satu media untuk obyektivasi atau membangun hubungan kesadaran baru. Media tersebut terbangun melalui wacana yang didengungkan dan ditransmisikan dalam kampus-kampus dalam bentuk seminar, website, novel, dll. Opini yang diharapkan terbangun adalah terbentuknya kesadaran baru tentang agama, sebuah taman indah kebebasan, pengebirian segala norma keagamaan dsb.


Bentuk ketidakpuasan terhadap agama sebagai hasil dari perekayasaan opini tersebut adalah melakukan langkah penghancuran terhadap nilai suci keagamaan, misalnya dengan terang-terangan melecehkan kepercayaan akan adanya Tuhan, Hari Akhir, bentuk kepuasan spiritual, sistem kepercayaan, kitab suci dan para orang suci. tetapi mereka mempunyai perbedaan dalam bentuk kadar atau tingkatan desakralisasi keagamaan. Walaupun Islam Liberal mempunyai perbedaan dalam pemikiran, tetapi hal itu justru akan menjadi kekuatan teoritis kita. Kenapa mereka bersekutu tanpa melihat latar belakang mereka dan berusaha melakukan kritik terus menerus pada kehidupan keagamaan yang sifatnya sakral?

selanjutnya Pertanyaannya pula, bagaimana Media dan sarana tersebut terbentuk dan beroperasi dalam ruang lingkup para pemikir Islam? Bagaimana pola penyebarannya? darimana, siapa dan apa kepentingannya di baliknya? Berapa sumber Kekuasaan (potensi kekuatan) yang dimilikinya? Kondisi sosio-psikologis apa yang mampu menciptakan "bentuk kesadaran baru" tersebut"? dsb. Serta Bagaimana kita menyikapinya dalam rangka menanggulangi 'daya eksternalisasi" di atas? merupakan pertanyaan-pertanyaan yang segera membutuhkan jawaban melalui penelitian-penelitian, sehingga kita dapat mengetahuinya serta darinya mampu mencabut akarnya dan menanggulangi pertumbuhannya.


Walllahu A'lam


Read More......

1 komentar:

  1. gak nyangka juga, ternyata ada basis perlawanan Islam Liberal di kandangnya (UIN) juga.
    oke.. deh, lihat tulisan loe terasa enak koz gak bosenin, kreatif dan terasa beda dengan tulisan ttg pemikiran islam yg lain.
    gak kayak tulisannya di islamlib.com yg bosenin dan gak kreatif walau ngaku2 kreatif dan mengatasnamakan pemikiran segar hehehe. oke.. salam perjuangan, aku dukung langkahmu.

    BalasHapus