Minggu, 22 Februari 2009

Permainan Konsep Filsafat

Oleh: Akhmad Arifin


"Pengertian(?)"

"permainan Konsep Filsafat"?? mungkin bahasa ini agak 'vulgar' untuk menyebut salah satu aktivitas akademis. Dalam dunia akademis keagamaan islam (Islamic Studies) kontemporer hampir kebanyakan adalah penelitian keagamaan dengan melalui kerangka kefilsafatan. Tulisan tentang "Permainan Konsep Filsafat" kaya' permainan chess, permainan menarik yang banyak menyita waktu. Ada satu hal dalam permainan itu mempermainkan bidik catur dengan tujuan penting berhasil memenangkannya. Anda bisa menggunakan filsafat Yunani, filsafat modern sampai filsafat postmo untuk melegalkan apapun dalam otak ataupun tindakan anda. Asal tujuan tercapai, maka dapat dengan mudah dilakukan langkah untuk mencapainya. Apabila tiap teori dihargai sebagai satu bidik, maka kita dapat mengolahnya seperti permainan permainan catur dan menyusunnya sebegitu rupa hingga memuat sebuah pemikiran, dan apapun yang dipikirkan oleh seseorang tersebut dapat benar secara sendirinya secara sudut pandang teoritis.

Aplikasi Teori :Permainan Teori
Hal ini dapat dilihat dari kenyataan di lapangan, bahwa permainan teori sosial ini banyak digunakan untuk melegitimasi tindakannya dan menghakimi pihak lain. ketika seseorang akan menghancurkan agamanya, maka permainan teori "historisisme" akan dilakukan. Apabila seseorang akan melemahkan al Qur'an sebagai petunjuk, maka dapat dipakai teori Gadamerian. Apabila seseorang ingin memurtadkan orang lain, cukup dengan meragukan ajaran agamanya dengan ajaran relativisme dan pluralisme, tokoh-tokohnya pun dapat dipungut sembarangan kok, dari Derrida, Lyotard, Feyerabend, Nietzche sampai pemikiran Louis Althusser juga boleh dipakai.
Ketika seseorang benci sama "Islam Garis Keras", kira-kira teori apa yang dapat dihasilkan entar tujuan akhirnya adalah menghakimi "Islam Garis Keras", maka yang cocok adalah Althusser dengan "keyword" pemikirannya tentang relasi antara ideologis dan aparatus. Pihak "Islam Garis Keras" pun bisa melakukan hal yang sama dengan teori yang sama yang kira-kira dapat melegalkan perbuatannya. Mungkin bunyinya kaya' beginian hasil penelitiannya "bahwa realitas dunia sekuler terbentuk dari pola indoktrinasi, pengaruh media massa, dan disokong oleh kekuatan sekular yang mempengaruhi sistem sosial yang menjadikan ideologi sekuler dapat tumbuh berkembang di dunia Islam", jadi untuk melakukan revolusi ke arah khilafah, maka diperlukan pembinaan "Intelektual Organik" untuk merebut hegemoni di tingkat wacana dari kaum kapitalis berjouis orang-orang sekular (Kaya' pemikirannya Antonio Gramsci kan??). Apabila pemahaman dan aplikasi teori dikritik, tinggal memakai hermeneutika Gadamerian, bahwa pemahaman sifatnya produktif dan berbeda-beda, beresss!!!. Seorang teroris akan bisa mengatakan, bahwa tindakannya adalah bagian dari HAM, karena apa yang dilakukannya adalah sesuai dengan jalan pikirannya. bukankah HAM dan tiap jalan pikiran seseorang itu berbeda-beda (sesuai teori hermeneutik filosofis??)

Seorang Atheisme Liberal, akan menggunakan beragam cara untuk menunjukkan kelemahan ajaran agama, membuat ragu orang-orang yang beriman, dengan cara memilih, mempermainkan teori dan pada akhirnya bagaimana dengan teori-teori itu sanggup memenuhi tujuannya. Konsep Filsafat pun yang digunakan pun bisa beragam, dari falsafah Perrenialisme, sampai yang paling Konyol sekalian, seperti Nietzche. Walaupun konsep Ubermensch-nya Nietzche dapat juga dipakai untuk melegalkan setiap tindakan, dari tindakan Homoseksual sampai tindakan pemberantasan tempat kemaksiatan, alasannya pun mudah, karena konsep itu merupakan suatu konsep manusia unggul yang mampu menciptakan nilai mandiri dan berusaha menundukkan orang lain (konsepsi ini merupakan konsep resmi Pemerintahan Nazi di bawah Hitler, Saudara Perempuan Nietzche yang menjadi juru bicara resmi pemikiran Nietzche juga melegalkan pembantaian-pembantaian yang dilakukan oleh pemerintahan Hitler).

Seseorang itu sangat menentukan bagaimana pilihan teori yang akan diambil agar apa yang dihasilkan oleh tulisannya sesuai dengan keinginannya. Apabila seseorang itu ingin membuktikan bahwa al Qur'an itu adalah produk budaya, tinggal dicari dalilnya lewat teori semiotika (jadinya kaya' Abu Zayd kan??), kalo ingin membuktikan al Qur'an adalah hasil kekuatan sosial, maka dipilihlah Michael Foucault. Kalo ingin membuktikan al Qur'an Kalamullah, anda bisa memakai Anarkhisme Ilmiah-nya Feyerabend, kritik dulu pendekatan historisisme, dan buatlah konsep kesejarahan keterjalinan antara Tuhan dan Realitas, di situ anda akan menemukan secara filsafat tentang pembuktian bahwa al Qur'an turun dari Allah. Beragam teori beragam yang berbeda-beda, tinggal pilih salah satunya mana yang paling cocok untuk digunakannya.

Itulah teori!!!! yang jelas Akal itu selalu bercabang apabila menentukan kebenaran, eksistensi diri dalam memilih percabangannya itu lah yang sebenarnya paling menentukan. Oleh karena itu yang harus diperhatikan adalah sabda Rasulullah "Man fassaro l qur'ana bir ro'yihi falyatabawwa' maq'adahu mina-n-nari"

Rumusan Teoritis "Permainan Konsep Filsafat"
Hubungan antara Teori dan Kepentingan / Nilai sangat berjalin dan berkelindan. Ingat bahwa Setiap perkataan yang seseorang ekspresikan, memuat asumsi ideologis penutur, ia tidak dapat netral. "Wahh.. ya jangan gitu gak boleh", itu merupakan salah satu contoh jenis tuturan, tetapi di dalamnya termuat suatu nilai, yaitu nilai moralitas yang diyakini dari penutur. Selain berkaitan dengan nilai, juga berkaitan dengan kepentingan strategis. seorang peneliti yang diharapkan obyektivitas hanya dapat diasumsikan sebagai bahwa bahasa berdiri di luar lingkup penuturnya, dan bahasa merupakan representasi persis dari realitas tanpa ada unsur kepentingan penutur.

Kesimpulan
Filsafat ataupun beragam teori hanya sebuah permainan belaka untuk membuat orang terkesima. ia bak seorang gamer yang memainkan gaming, kunci kesuksesannya apabila ia dapat melewati salah satu "stage". suatu permainan apabila dilaksanakan dan dilakukan di ruang kelas akademis akan mendapatkan suatu status sosial yang tinggi "INTELEKTUAL / KAUM SARJANA".

Tujuan dari penjelasan terhadap konsep "Permainan Konsep Filsafat" ini adalah untuk merombak perilaku orang yang suka dan bangga memakai pendekatan filosofis kepada studi keagamaan. pemakaian metode or Pendekatan Filosofis-nya aja rancu. Anehnya tak pernah diberikan kritikan.... Bener-bener Aneh!!!!

Read More......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar